kisahinspiratif para penghafal (1) kisah inspiratif para penghafal alquran (3) kisah nabi (1) kisah para nabi (1) Kisah sang penanda (1) Kisah shahih para nabi (2) Kitab ihya ulumudin (1) komik (2) Komik 10 pahlawan islam (2) komik islam (3) konstatinopel (1) kubur (1) kumpulan hadits bukhari muslim (2) kun anta (1) lisan (1) membaca alquran
Ihya’ Ulumuddin merupakan karya monumental Imam al-Ghazali 450-505 H, ulama sufi terkemuka. Kitab ini sering dijadikan rujukan utama dalam kajian Islam, khususnya dalam bidang tasawuf. Selain bahasa yang digunakan terbilang sederhana dan mudah dipahami, Imam al-Ghazali menyusun kitab Ihya’ Ulumuddin dengan urutan pembahasan yang sistematis. Secara garis besar Imam al-Ghazali membagi kitab ini dalam empat bagian Bagian pertama Rub’ul Ibadat Bagian ini mengupas perihal ibadah dan akidah. Pada bagian pertama ini, Imam al-Ghazali mengurai tata cara dan etika beribadah serta rahasia yang terkandung di dalamnya. Bagian pertama Rub’ul Ibadat Bagian ini mengupas perihal kebiasaan interaksi antar sesama dan sikap wirai dalam bermasyarakat. Pada bagian ini Imam al-Ghazali banyak menjelasakan tata cara dan etika makan, minum, menikah, hingga cara bekerja. Bagian ketiga Rub’ul Muhlikat Bagian ini mengupas perihal sesuatu yang dapat merusak amal ibadah dan akhlak tercela. Pada bagian ini Imam al-Ghazali menjelaskan penyebab-penyebab penyakit hati dan tata cara mengobatinya. Bagian keempat Rub’ul Munjiyat Bagian ini mengupas perihal sesuatu yang dapat menyelamatkan seseorang dan akhlak terpuji. Pada bagian ini Imam al-Ghazali juga menjelaskan bagaimana cara menumbuhkan perilaku terpuji dan buah dari perilaku tersebut. Yang menarik juga dari kitab Ihya’ Ulumuddin adalah cara yang dilakukan Imam al-Ghazali dalam mengurai penjelasan Ihya’Ulumuddin adalah denga membuat perumpamaan tamtsil. Sehingga materi tasawuf yang sering kali dianggap sulit dapat dengan dicerna dengan mudah. Di sisi lain, kekuatan argumentasi yang dibangun oleh Imam al-Ghazali. Hampir di setiap pembahasan, Imam al-Ghazali menampilkan dalil-dalil secara berurutan, mulai dari Alquran dan hadis. Hal tersebut juga didukung dengan perkataan para Sahabat, Tabi’in, pendapat ulama salaf dan diakhiri dengan kesimpulan. Imam Az-Zabidi, sebagai pensyarah kitab Ihya’ Ulumiddin, dalam Kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin mengatakan, “Saya belum pernah melihat kitab yang dikarang oleh para ahli fikih yang di dalamnya terkumpul antara dalil naql Alquran dan Hadis, ilmu nadzar pemeriksaan dan dalil yang menguatkannya pemikiran dan atsar perkataan para sahabat seperti dalam Ihya’ Al-Ghazali”. Hingga kini, kitab Ihya’Ulumuddin tetap dipelajari di berbagai pesantren dan perguruan tinggi Islam di seluruh dunia. Kehadirannya selalu relevan dalam membumikan ajaran-ajaran tasawuf dalam kehidupan umat Islam, kapan pun dan di mana pun. []waAllahu a’lam Baca jugaRESENSI KITAB MINHAJ AT-THALIBIN Subscribe jugaYoutube Pondok Pesantren Lirboyo MENGENAL KITAB IHYA’ ULUMUDDIN MENGENAL KITAB IHYA’ ULUMUDDIN 0 Kitab Ihya
BeliPenerang Bagi Para Pencari Petunjuk / kisah kisah dalam ihya ulumuddin di tokokitab salaf. Promo khusus pengguna baru di aplikasi Tokopedia! Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Berjualan Promo Tokopedia Care. Kategori. Masuk Daftar. sepeda statis iphone 7 plus kasur angin Syeikhul Kabir Al-Imam Ali bin Harzahim Al-Maghribi yang dikenal dengan Ibnu Harzahim adalah seorang ulama besar di Maroko yang hidup sezaman dengan Imam Abul Hasan Asy-Syadzili. Imam Ibnu Harzahim ini awalnya sangat membenci kitab Ihya Ulumuddin milik Imam Ghazali. Di puncak kebenciannya, beliau memerintahkan semua penduduk mengumpulkan kitab Ihya yang dimilikinya untuk dibakar di depan masjid jami selepas shalat Jum' malam sebelum beliau melakukan aksinya itu, pada tidurnya beliau bermimpi bertemu Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam beserta Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Sayyidina Umar bin Khattab, serta seorang bercahaya yang tidak lain adalah Imam Ghazali. Setelah Imam Ghazali mengadukan kebencian Imam Harzahim kepada kitabnya, Nabi lalu meminta kitab Ihya kepada Imam Ghazali. Lembar per lembar beliau membacanya dan menyatakan bahwa kitab Ihya adalah benar. Begitu juga komentar dari kedua Nabi memerintahkan agar Imam Harzahim dicambuk sebagai hukuman atas kebencian serta makarnya yang akan membakar kitab Ihya. Ketika beliau bangun, beliau mendapati punggungnya menghitam akibat bekas cambukan dan masih merasakan sakit akibat cambukan tersebut. Dari sana kemudian beliau bertaubat serta mencintai kitab Ihya hingga akhir hayatnya. Imam Abul Hasan Asy-Syadzili yang ikut memandikan beliau saat wafatnya, telah bersumpah bahwa bekas cambukan itu masih Hamisy Ihya Ulumuddin juz 1 hal. 10-13 karya Habib Abdul Qadir bin Syeikh Alaydrus qs Kitab Jami Karamatul Aulya juz 1 hal. 180-181 karya Syeikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani qs Allahumma Shalli 'Alaa Sayyidina Muhammad Wa 'Alaa Aali Sayyidina Muhammad. Allahumma shalli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad abdika wa Rasulika Nabiyil Ummiyi wa 'ala alihi wa shahbihi wa ini berisi ajaran tentang Adab, ibadah, tauhid, akidah dan tasawuf yang sangat mendalam. Kitab ini merupakan hasil perenungan yang mendalam dari Imam Ghazali tentang berbagai hal, khususnya tentang pensucian hati. Seorang ulama besar lainnya al-Imam an-Nawawi pernah berkata “Jika semua kitab Islam hilang, dan yang tersisa hanya kitab Ihya’ Ulumuddin maka ia mencukupi semua kitab yang hilang itu.”Mutiara Hikmah Imam GhazaliKita tidak akan sanggup mengekang amarah dan hawa nafsu secara keseluruhan hingga tidak meninggalkan bekas apapun dalam diri kita. Namun jika mencoba untuk mengendalikan keduanya dengan cara latihan dan kesungguhan yang kuat dengan bantuan dan dukungan seorang Musryid, tentu kita akan bisa. Tanpa Mursyid maka mursyidmu adalah setan. Sifat utama pemimpin ialah beradab dan mulia hati. Kebahagiaan terletak pada kemenangan memerangi hawa nafsu dan menahan kehendak yang berlebih-lebihan. Imam Al Ghazali ra.Nasihat itu mudah. Yang sulit adalah menerimanya. Karena, ia keluar dari mulut yang tidak biasa merasakan pahitnya nasihat. Sesungguhnya siapa yang menerima ilmu tetapi tidak mengamalkannya, maka pertanggungjawabannya akan lebih besar. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Orang yang paling berat azabnya pada hari kiamat kelak adalah orang berilmu alim; ulama yang tidak memanfaatkan ilmunya.” Imam al-Ghazali raRasulullah saw bersabda, “Orang cerdas ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan orang bodoh ialah siapa yang memperturut hawa nafsunya dan selalu berangan-angan akan mendapatkan ampunan Allah.” Imam al-Ghazali ra.Sejak mayat diletakkan di atas peti jenazah hingga diletakkan di bibir kubur, Allah melontarkan 40 pertanyaan dengan segala Keagungan-Nya. Demi Allah, pertanyaan pertama yang Dia ajukan adalah "Hamba-Ku, telah Kusucikan pandangan makhluk bertahun-tahun, tetapi mengapa tak kau sucikan pandangan-Ku sesaat pun, padahal setiap hari Aku melihat ke kedalaman hatimu. Mengapa kau berbuat demi selain-Ku, padahal engkau bergelimang dengan segala kebaikan-Ku, apakah engkau telah tuli dan tak mendengar! Imam al-Ghazali ra. Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram Facebook.
Didalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki pendosa yang hidupnya gemar melakukan kemaksiatan. Pada suatu hari sang pendosa itu meninggal dunia tepatnya di pinggiran kota Bashrah. Karena kegemarannya melakukan maksiat, tetangga serta masyarakat sekitarnya menjadi tidak peduli atas
Menimbun barang dagangan khususnya bahan kebutuhan pokok keseharian dengan maksud agar mendapat laba besar, sementara komoditas tersebut sangat dibutuhkan masyarakat hingga mengakibatkan kelangkaan barang dan harganya meroket tinggi, termasuk tindakan buruk dan tercela zalim. Dalam istilah muamalah perbuatan begitu disebut "ihtikaar". Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa tingginya permintaan suatu barang tertentu di pasar akan membuat harganya menjadi kian mahal dari harga semestinya. Ketika harga sebuah komoditas, terutama kebutuhan pokok, melambung dari normalnya sudah pasti hal itu akan memberatkan masyarakat konsumen. Atas dasar memberatkan masyarakat secara umum ini, maka banyak hadits Nabi maupun pernyataan ulama yang mengecam perbuatan menimbun barang dalam kondisi demikian. Oleh karena itu tak heran bagi para pedagang yang komitmen keagamaannya kuat akan berusaha menghindari perilaku ini, di antaranya seperti kisah pedagang yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin jilid II di bawah ini. Bersumber dari beberapa orang dahulu salaf diceritakan, di sebuah daerah bernama "Washith" ada seorang saudagar yang dalam menjalankan bisnisnya senantiasa berpedoman pada ketentuan agama. Waktu itu saudagar ini tengah menyiapkan barang dagangannya berupa gandum dalam sebuah kapal. Gandum satu kapal itu akan dikirimkan ke Kota Bashrah. Ia lalu mengirim surat kepada wakilnya yang diserahi tugas pengiriman ini. "Juallah bahan makanan ini pada hari di mana barang tersebut sampai di tujuan. Dan jangan ditunda hingga hari besok-besoknya,” demikian isi surat itu. Tapi bersamaan waktu tibanya kapal pengangkut gandum tersebut, kebetulan harga gandum di Bashrah sedang turun. Beberapa pedagang lalu menyarankan pada si wakil dari saudagar ini supaya barang dagangan ditahan dahulu sampai beberapa hari ke depan supaya mendapat untung besar. "Apabila anda menahan sampai Jumat, maka akan mendapat keuntungan dari penjualan makanan ini beberapa kali lipat,” begitu bujuk para pedagang lain. Si wakil itu pun akhirnya menerima saran itu dan menunda penjualan bahan makananya yang sebenarnya telah tiba. Dan ternyata memang benar, dari hasil penjualannya ia meraup laba lebih besar. Peristiwa keuntungan yang berlipat ganda tersebut oleh si wakil ini lalu diberitahukan kepada saudagar pemilik gandum yang diwakilinya. Tapi rupanya si saudagar tidak bergembira dengan berita itu. Kemudian mengirim surat balasan kepada si wakilnya itu. "Sesungguhnya saya sudah merasa cukup dengan laba yang sedikit tapi agamaku terpelihara. Kamu telah berbuat menyimpang dengan menunda penjualan. Saya tidak senang dengan untung berlipat namun menanggalkan pranata agama. Oleh karena itu, begitu surat ini sampai padamu maka ambillah semua harta keuntungan itu dan sedekahkan harta itu kepada orang-orang fakir di Kota Bashrah. Mudah-mudahan hal demikian dapat menyelamatkan saya dari dosa menimbun barang kebutuhan pokok,” tulis si saudagar pemilik dagangan. M. Haromain Disarikan dari kitab "Ihya Ulumuddin" Jilid II karya Imam Al-Ghazali.
Home» Kitab » Ihya Ulumuddin Dalam Pandangan Para Ulama. Unknown. April 07, 2013 Kitab. Ihya Ulumuddin Dalam Pandangan Para Ulama Ihya_ ulumuddin by Abdkadir Alhamid. Share on Facebook. Kisah Adzan Terakhir Bilal bin Rabah Radiyallahu Anhu; Habib Muhammad Quraisy bin Mujtaba Alaydrus; Habib Ja’far bin Idrus Al-Musawa: Bekerja untuk Al

ï»żIhya Ulumuddin atau Al-Ihya merupakan kitab yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa Tazkiyatun Nafs yang membahas perihal penyakit hati, pengobatannya, dan mendidik hati. Kitab ini merupakan karya yang paling terkenal dari Imam Al-Ghazali. Hanya saja kitab ini memiliki kritikan, yaitu meskipun Imam Ghazali merupakan seorang ulama namun dia bukanlah seorang yang pakar dalam bidang hadits, sehingga ikut tercantumlah hadits-hadits tidak ditemukan sanadnya, berderajat lemah maupun maudhu. Hal ini menyebabkan banyak ulama dan para ahli hadits yang kemudian berupaya meneliti, memilah dan menyusun ulang terhadap takhrij hadits yang termuat di dalam Ihya Ulumuddin. Di antaraulama ahli hadits yang menyusun ulang kitab hadits berdasarkan Ihya Ulumuddin ini adalah Imam Ibnul Jauzi dan Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi yang menulis kitab Minhajul Qashidin dan ikhtisarnya Mukhtasar.[1] Ihya Ulumuddin Mukhtasar Minhajul Qashidin ringkasan Minhajul Qashidin revisi dari Ihya UlumuddinPengarangImam Al-GhazaliBahasaBahasa Arab dengan beragam terjemahanGenreTazkiyatun NafsPenerbitBeragamTanggal terbitcirca 500-an H 1100-an MDiikuti olehMinhajul Qashidin, dll

Kitabtercelanya sifat tertipu dengan kesenangan duniawi. Bagian (rubu') perbuatan yang melepaskan, melengkapi sepuluh kitab : 1.Kitab taubat. 2.Kitab sabar dan syukur. 3.Kitab takut dan harap. 4.Kitab fakir dan zuhud. 5.Kitab tauhid dan tawakkal. 6.Kitab cinta kasih , rindu , jinak hati dan rela. 7.Kitab niat, benar dan ikhlas.

Pengantar Kajian Ihya Kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali merupakan khazanah tasawuf yang dikenal secara luas di kalangan umat Islam. Selain karena pribadinya yang menonjol dan disebut-sebut sebagai mujaddid pembaharu dalam agama, juga karena uraian dalam Ihya dekat dengan alam dan kehidupan Muslim, seperti persoalan ritual, akhlak, maupun sosial. Sebagaimana dikatakan Imam Al-Ghazali, bahwa pembahasan dalam Ihya memang ditekankan dalam wilayah muamalah. Adapun yang dimaksud "muamalah" disini adalah ilmu amal-perbuatan yang "selain harus diketahui, juga dituntut untuk diamalkan", baik secara lahir maupun batin. Inilah posisi Ihya 'Ulumuddin yang membuatnya menjadi rujukan-awal yang penting dalam mengenal khazanah tasawuf, yakni sebagai jembatan yang menghubungkan aspek syariat lahir dengan aspek esoteris tasawuf dalam Islam. Ihya 'Ulumuddin terbagi dalam empat bagian besar kitab, atau dikenal sebagai rubu', dimana di dalam setiap rubu' terdiri atas 10 bab. Dan Kajian Ihya di bawah dikelompokan berdasarkan rubu'-rubu' yang terdapat dalam Ihya 'Ulumuddin. Adapun format kajiannya bisa berupa ringkasan suatu bab tertentu, cuplikan-cuplikan yang kami anggap penting, maupun kajian yang disertai referensi lain. Kami juga telah mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di kitab tersebut, dan sekarang sedang dicoba untuk mengumpulkan atsar-atsar kisah hikmah para Nabi, para sahabat, atau yang lainnya untuk melengkapi kajian yang ada. Besar harapan kami untuk dapat mengkaji dan menampilkan seluruh bagian-bagian Ihya secara terperinci. Mudah-mudahan kami diberi rahmat dan kekuatan dari hari ke hari untuk menampilkannya di sini. Di dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali membagi pembahasan dalam empat bagian besar, atau rubu’, yang masing-masing terdapat 10 kitab didalamnya. Keempat rubu’ itu adalah Rubu’ Ibadah, terdiri atas 01 Kitab Ilmu, 02 Kitab Akidah, 03 Kitab Taharah, 04 Kitab Ibadah, 05 Kitab Zakat, 06 Kitab Puasa, 07 Kitab Haji, 08 Kitab Tilawah Quran, 09 Kitab Zikir dan Doa, dan 10 Kitab Tartib Wirid. Rubu’ Adat Kebiasaan, terdiri atas 11 Kitab Adab Makan, 12 Kitab Adab Pernikahan, 13 Kitab Hukum Berusaha, 14 Kitab Halal dan Haram, 15 Kitab Adab Berteman dan Bergaul, 16 Kitab Uzlah, 17 Kitab Bermusafir, 18 Kitab Mendengar dan Merasa, 19 Kitab Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar, dan 20 Kitab Akhlaq. Rubu’ Al-Muhlikat Perbuatan yang Membinasakan, terdiri atas 21 Kitab Keajaiban Hati, 22 Kitab Bahaya Nafsu, 23 Kitab Bahaya Syahwat, 24 Kitab Bahaya Lidah, 25 Kitab Bahaya Marah, Dendam, dan Dengki, 26 Kitab Bahaya Dunia, 27 Kitab Bahaya Harta dan Kikir, 28 Kitab Bahaya Pangkat dan Riya, 29 Kitab Bahaya Takabbur dan Ujub, dan 30 Kitab Bahaya Terpedaya. Rubu’ Al-Munjiyat Perbuatan yang Menyelamatkan, terdiri atas 31 Kitab Taubat, 32 Kitab Sabar dan Syukur, 33 Kitab Takut dan Berharap, 34 Kitab Fakir dan Zuhud, 35 Kitab Tauhid dan Tawakal, 36 Kitab Cinta, Rindu, Senang, dan Ridha, 37 Kitab Niat, Jujur, dan Ikhlas, 38 Kitab Muraqabah dan Muhasabah, 39 Kitab Tafakur, dan 40 Kitab Mengingat Mati. Imam Al-Ghazali Imam Al-Ghazali, atau yang dikenal sebagai Algazel di Dunia Barat Abad Pertengahan, adalah seorang tokoh dan filsuf terkemuka yang memiliki kejeniusan dan kepakaran di bidang fiqh, ushul dan tasawuf. Beliau lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun 450 H 1058 M. Imam Al-Ghazali menuliskan Ihya 'Ulumuddin membahas ilmu-ilmu agama yang dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syams, Yerussalem, Hijaz dan Yus, yang merupakan kitab paling terkenal dan berisi paduan indah antara fiqh, tasawuf dan falsafat. Tidak saja terkenal di kalangan Kaum Muslim, tetapi juga di Dunia Barat dan luar Islam. Kajian Ihya Terbaru intisari dan atsar ihya 'ulumuddin Rubu' 1 Ibadah Rubu' 2 Adat Kebiasaan Rubu' 3 Yang Membinasakan Rubu' 4 Yang Menyelamatkan Meletakkan Harapan Sabar Gerbang Kebaikan Menumbuhkan Kesabaran Setelahjeda beberapa saat Beliau melanjutkan, “Ihya’ iku zuhud”. Saya mengartikan dawuh beliau bahwa karena Ihya’ bersifat zuhud, maka ia tidak cocok dengan hiruk-pikuk kemeriahan yang diadakan dalam rangka memungkasi pengajian Ihya’ tersebut. Oleh karena itu Mbah Moen berpantang memeriahkan khataman Ihya’. SINOPSIS BUKU Kitab Ihya Ulumuddin merupakan antara kitab rujukan klasik yang popular daripada kitab-kitab klasik-tradisional yang ada. Bahkan hingga kini, kitab ini tetap dijadikan rujukan utama bagi para ahli sufi dan ahli agama. Buku ringkasan Ihya Ulumuddin ini merupakan ringkasan daripada kitab Ihya Ulumuddin yang berjilid-jilid jumlahnya. Walaupun sudah banyak ringkasan yang telah dilakukan, buku ini memiliki keistimewaannya yang tersendiri kerana ringkasannya dilakukan sendiri oleh Imam al-Ghazali, dengan menjaga intisari dan tujuan buku tersebut. Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid al-Ghazali ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dan mengekang ancaman dan serangan materialisme yang menghembuskan racun-racun taksubkan kebendaan dan kecintaan kepada dunia. Melalui usaha beliau yang murni, ramai mulai sedar bahawa aspek kesufian juga mempunyai peranan yang besar dalam mengharmonikan kehidupan dan emberikan keseimbangan antara keperluan dunia dan akhirat. Kitab ini mengandungi panduan-panduan tentang adab, ibadah, tauhid, akidah dan tasawuf yang sangat mendalam. Kitab ini merupakan hasil pemerhatian yang mendalam dan tajam daripada Imam Ghazali tentang berbagai perkara khususnya tentang penyucian hati. Bacalah buku ini dan jadikannya sebagai koleksi bacaan dan rujukan keluarga, pejabat ataupun bahan santapan rohani yang bermanfaat. Harga RM55 Tempahan 019 3276456 Post navigation MENGENALKITAB IHYA ULUMUDDIN KARYA IMAM AL-GAZALI Asy-syaikh „Abdullah bin As‟ad al-Yafi‟i ra. telah menuturkan bahwa sesungguhnya al-faqih al-‟allamah quthb al-yaman Isma‟il bin Muhammad alHadlrami al-Yamani pernah ditanya (dimintai pendapat) mengenai tulisantulisan Imam Gazali ra.. Tak banyak yang tahu, Ihya` Ulumiddin, kitab yang banyak dipuja orang ini, merupakan salah satu gudangnya kemungkaran. Kajian berikut memang tidak memaparkannya secara keseluruhan. Namun cukuplah menjadi peringatan bagi kita semua agar tidak lagi menggeluti buku ini terlebih mengagungkannya. Ahlus Sunnah Wal Jamaah merupa-kan suatu umat yang senantiasa berupaya untuk komitmen di atas kemurnian agama, serta bersikap tegas terhadap segala bentuk penyimpangan atau upaya sego-longan orang yang akan mengaburkan As-Sunnah. Rasulullah n bersabda “Yang paling aku takutkan menimpa umatku ialah imam-imam yang menyesat-kan.” HR. Abu Dawud, 4/4252 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, jilid 4 no. 1586 Abdurrahman bin Abu Hatim Ar-Razi berkata “Aku mendengar bapakku dan Abu Zur’ah, keduanya memerintahkan untuk memboikot ahlul bid’ah. Keduanya sangat keras terhadap mereka, dan mengingkari pemahaman kitab Al-Quran, red. dengan akal semata tanpa bersandar dengan atsar hadits, red., melarang duduk bersama ahlul kalam kaum filsafat, dan melihat kitab-kitab ahlul kalam.” Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 322 Ibnu Mas’ud z berkata “Kalian akan mendapati segolongan kaum yang menyangka bahwa mereka menyeru kepada Kitabullah, namun hakekatnya mereka telah melemparkannya ke belakang punggung-punggung mereka.” Al-Ibanah, 1/322 Mengingat hal ini, akan kami paparkan secara ringkas tentang kitab Ihya Ulumiddin yang selalu dibanggakan segolongan orang. Bahkan dianggap sebagai literatur yang sarat akan bimbingan aqidah dan akhlak! Berikut beberapa kesalahan yang terdapat dalam kitab Ihya` Ulumiddin dan bantahannya secara global. Dalam pembahasan sifat-sifat Allah I, Al-Ghazali terkadang melakukan penakwilan ayat-ayat yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah I. Ahlus Sunnah Wal Jamaah selalu meyakini bahwa sifat-sifat Allah I tidak boleh disamakan dengan sifat makhluk, tidak boleh ditanyakan tentang bagaimana keadaannya, tidak boleh menakwilkan dengan sesuatu yang keluar dari makna dhahir sebagaimana yang telah diyakini salafus shalih, dan tidak boleh pula mengingkarinya. lihat Fathur Rabbil Bariyyah bi Talkhisil Hamawiyyah, hal. 27-28 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab Al-Wushabi hafizhahullah berkata “Tauhid asma wash shifat adalah mengesakan Allah I pada apa yang telah Dia namakan diri-Nya sendiri dengannya atau dengan apa yang telah dinamakan Rasulullah n, dan mengesakan Allah I pada apa yang Dia sifatkan terhadap diri-Nya atau yang telah Rasulullah n sifatkan untuk-Nya, tanpa mempertanyakan bagai-mananya kaifiyah, atau menyerupakannya dengan makhluk, memalingkan maknanya, dan mengingkarinya. Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid, hal. 81 Sebagai contoh, Al-Ghazali telah menakwilkan makna istiwaartinya naik di atas Arsy dengan istaula menguasai. lihat Ihya Ulumiddin, jilid 1 sub pemba-hasan Aqidah Hal ini telah menyelisihi Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ para salafush shalih. Allah I berfirman “Sucikan Rabbmu yang Maha Tinggi.” Al-A’la 1 “Sesungguhnya Allah itu Maha Tinggi dan Maha Besar.” An-Nisa` 34 “Ar-Rahman ber-istiwa` di atas Arsy-Nya.” Thaha 5 Rasulullah n bersabda “Ketika Allah menentukan ketentuan makhluk, maka Dia tulis dalam Kitab-Nya yang ada di sisi-Nya, di atas Arsy
” HR. Al-Bukhari dan Muslim Al-Imam Al-Qurthubi t berkata “Tidak ada satupun salafush shalih yang mengingkari bahwa Allah I benar-benar ber-istiwadi atas Arsy-Nya. Yang tidak mereka ketahui adalah bagaimana cara ber-istiwa. Dan sungguh hal itu tidaklah diketahui hakekatnya.” Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah wa Kitabuhu Al-’Arsy, hal. 187 2. Al-Ghazali berkata tentang ilmu kalam “Dia merupakan penjaga aqidah masyarakat awam dan yang melindungi dari berbagai kerancuan para ahli bid’ah. Dan perumpamaan ahli ilmu kalam adalah seperti penjaga jalan bagi para jamaah haji.” IhyaUlumiddin, 1/22 Aqidah yang bersih akan selalu terbangun di atas pondasi yang benar berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Adapun ilmu kalam adalah belenggu yang menjadikan orang terlena dengan akal, sehingga akan menjauh dari hakekat kemurnian aqidah. Allah I berfirman “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi mereka yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak mengingat Allah.” Al-Ahzab 21 Asy-Syaikh As-Sa’di t “Contoh yang baik adalah Rasulullah n. Orang yang mengambil suri teladan darinya berarti telah menempuh suatu jalan yang akan menyam-paikan kepada kemuliaan Allah I. Inilah jalan yang lurus.” Al-Imam Al-Barbahari t “Ketahui-lah –semoga Allah I merahmatimu–, sungguh tidaklah muncul kezindiqan, kekufuran, keraguan, bid’ah, kesesatan, dan kebingungan dalam agama kecuali akibat ilmu kalam, ahli ilmu kalam, debat, berbantahan, dan perselisihan.” Syarhus Sunnah, hal. 93 Ibnu Rajab t berkata “Mengikuti ocehan ahli ilmu kalam dan filsafat merupakan kerusakan yang nyata. Tak sedi-kit orang yang mencoba menyelami perkara itu akhirnya berlumuran dengan berbagai kotorannya, sebagaimana ucapan Al-Imam Ahmad Tidaklah orang yang melihat ilmu kalam kecuali akan terpengaruh dengan Jahmiyyah’. Beliau dan para ulama salaf lainnya selalu memperingatkan dari ahli ilmu kalam walaupun ahli ilmu kalam itu berniat membela As-Sunnah.” Fadhlu Ilmis Salaf alal Khalaf, hal. 43 Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyah berkata “Ilmu kalam –yang telah disepakati Al-Imam Malik, Abu Hani-fah, Ahmad, dan Asy-Syafi’i sebagai suatu yang bid’ah– tidak akan mungkin menjadi penjaga aqidah dari berbagai bid’ah. Karena ilmu kalam itu sendiri adalah bid’ah.” Abu Hamid Al-Ghazali Aqida-uhu wa Tashawwufuhu hal. 9 Sungguh malang nasib pengagum ilmu kalam. Na’udzubillahi min dzalika Kita berlindung kepada Allah I dari hal itu. 3. Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua bagian a. Ilmu dhahir ilmu muamalah. b. Ilmu batin ilmu kasyaf. Ihya` Ulumiddin, 1/19-21 Keyakinan bahwa ilmu kasyaf merupa-kan puncak ilmu merupakan hal yang umum di kalangan para Shufi! Kasyaf menurut keyakinan Shufi adalah tersingkap-nya hijab di hadapan para wali Shufi, sehingga dia bisa melihat dan mengetahui sesuatu yang ghaib tanpa melalui indera perasa. Namun ilmu kasyaf adalah ilmu yang terilhamkan dalam hati. Ash-Shufiyah wa Taatstsu-ruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 114 Sungguh menakutkan keadaan mere-ka. Bukankah Allah I telah berfirman “Katakanlah tidak ada siapapun yang ada di langit dan di bumi yang mengetahui suatu yang ghaib selain Allah.” An-Naml 65 “Dialah Yang Maha Mengetahui perkara ghaib dan tidak menampakkannya kepada siapapun, kecuali kepada utusan-Nya yang telah Dia ridhai. Sesungguhnya Dia memberikan penjagaan dengan para malaikat dari depan dan belakangnya.” Al-Jin 26-27 Ibnu Katsir t berkata “Sesungguh-nya Dia mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dan sungguh tidak ada makhluk-Nya yang bisa mengetahui ilmu-Nya kecuali yang Allah I beritahukan kepadanya.” Tafsir Ibnu Katsir, 4/462 Rasulullah n bersabda “Ada lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.” Kemudian beliau membaca ayat “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Luqman 34 [HR. Ahmad, 5/353. Dihasankan Asy-Syaikh Muqbil t dalam Shahihul Jami’, 6/361] Ibnu Hajar t berkata “Ilmu ghaib merupakan sifat khusus bagi Allah I. Dan segala perkara ghaib yang Nabi n kabarkan merupakan sesuatu yang dikabarkan Allah I kepadanya. Dan tidaklah beliau mengeta-hui dari dirinya sendiri.” Fathul Bari, 9/203 Adanya keyakinan kasyaf merupakan upaya penghinaan kepada Allah I. 4. Penafsiran ayat secara ilmu batin dan keluar dari kaedah-kaedah salaf. Seba-gai contoh Al-Ghazali menafsirkan firman Allah I “Dan jauhkan aku serta keturunanku dari penyembahan terhadap berhala.” Ibrahim 35 Al-Ghazali menyatakan bahwa yang dimaksud berhala adalah dua batu, yaitu emas dan perak! Ihya` Ulumiddin, 3/235 Cara seperti ini merupakan tipudaya setan, karena hanya akan menjadikan seseorang keluar dan menyeleweng dari pemahaman salafush shalih. Allah I berfirman “Katakanlah, jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ali Imran 31 “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, maka Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami jadikan ia di Jahannam. Dan Jahannam adalah sejelek-jelek tempat kembali.” An-Nisa 115 Ilmu batin menurut Shufiyyah adalah rahasia-rahasia ilmu yang ganjil, dan hanya diketahui oleh orang-orang Shufi yang berbicara dengan lisan yang abadi. Majmu’ Fatawa, 13/231 Keadaan ini menyerupai orang-orang bathiniyyah Qaramithah yang menafsirkan Al-Quran secara ilmu batin, seperti shalat berarti doa, puasa berarti menahan rahasia, haji bermakna safar dan berkunjung kepada guru serta para syaikh. Majmu’ Fatawa, 13/236 5. Al-Ghazali terpengaruh dengan suluk orang-orang Cina dan kependetaan dalam Nasrani. IhyaUlumiddin, 3/334 Ia berkata “Upaya para wali dalam penyucian, pencerahan, kebersihan, dan keindahan jiwa sehingga suatu kebenaran menjadi gemerlap, nampak dan bersinar sebagaimana dilakukan orang-orang Cina. Dan demikianlah upaya kaum cendekiawan dan ulama untuk meraih dan menghiasi ilmu, sehingga terpatri indah dalam hati sebagaimana yang dilakukan orang-orang Romawi.” Ihya Ulumiddin, 3/24 Bahkan hubungan manis antara Shufiyyah dengan Nasrani dinyatakan Ibrahim bin Adham. Ia berkata “Aku mempelajari ma’rifat dari seorang pendeta bernama Sam’an dan aku pernah masuk ke dalam tempat ibadahnya.” Talbis Iblis, hal. 137 Abdurrahman Al-Badawi berkata “Sungguh, kalangan Shufiyyah dari kaum Muslimin menganggap tidak mengapa untuk mendengarkan pelajaran-pelajaran para pendeta dan perihal olah batin mereka karena terdapatnya faedah, walaupun hal itu datang dari Nasrani. Ash-Shufiyyah wa Taatstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 64 Anggapan seperti ini sangatlah naif, dan hanya akan melumpuhkan serta menelanjangi seseorang dari al-wala wal-bara`. Allah I berfirman “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” Al-Hasyr 19 “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” Al-Jatsiyah 18 Rasulullah n bersabda “Benar-benar kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang sebelum kalian
” HR. Al-Bukhari no. 3456 dan Muslim no. 2669 “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka.” HR. Abu Dawud, 2/74. Dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adabuz Zifaf hal. 116 Bahkan Rasulullah n dengan jelas menyatakan “Tidak ada kependetaan dalam Islam.” Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, 4/7 Sungguh perilaku Shufiyyah merupa-kan virus pluralisme yang akan selalu bergulir seperti bola liar dengan kemerdekaan berfikir tanpa batas freedom of thinking is every-thing. 6. Menurut Al-Ghazali, martabat kenabian bisa diraih seorang Shufi dari sisi turunnya ilham Ilahi di dalam hatinya. Ihya, 3/18-19 Menurut para Shufi, ilham adalah pancaran ilmu kepada para syaikh dan wali dari Allah I, yang tercurahkan dalam hati, yang bisa didapatkan baik saat terjaga ataupun tidur, sehingga terbukalah rahasia ilmu yang ada di Lauhul Mahfuzh. Hal ini terkadang mereka namakan ilmu laduni, yang tidak akan berakhir seperti berhentinya wahyu kepada para nabi. Ash-Shufiyah wa Taatstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 114-115 Bahkan Al-Ghazali berkata “Sesung-guhnya hati, di hadapannya siap tergelar hakekat sesuatu yang haq dalam semua urusan. Bahkan tercurahkan segala bentuk yang rahasia dan tersingkap dengan mata hati, menjadikan apa yang tertulis di Lauhul Mahfuzh terpampang, sehingga bisa mengetahui apa yang akan terjadi.” Kemudian beliau menambahkan “Berbagai urusan tersingkap bagi para nabi dan wali. Dan suatu cahaya tertuang dalam hati mereka yang didapatkan tanpa belajar, mengkaji, menulis, dan buku-buku, yang diraih dengan zuhud di dunia. IhyaUlumiddin, 3/18-19 Beliau juga berkata “Sesungguhnya ilmu-ilmu yang didapatkan para nabi dan wali itu melalui pintu batin atau melalui hati, dan melalui pintu yang terbuka dari alam malakut/ Lauhul Mahfuzh.” Ihya Ulu-middin, 3/20 Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyah berkata “Perkataan Al-Gha-zali tentang kenabian merupakan kepan-jangan tangan Ibnu Sina yang menganggap bahwa para nabi memiliki tiga kekuatan kekuatan kesucian, kekuatan khayalan, ke-kuatan perasaan dan batin.” Abu Hamid Al-Ghazali Aqidatuhu wa Tashaw-wufuhu hal. 35 Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyah menukilkan ucapan Al-Ghazali dalam kitab Al-Jawahirul Ghali “Tidak ada perbedaan sedikitpun antara wahyu dan ilham, bahkan dalam kehadiran malaikat yang memberikan faedah ilmu. Sesungguh-nya ilmu didapatkan dalam hati kita dengan perantara para malaikat.” Abu Hamid Al-Ghazali Aqidatuhu wa Tashawwufuhu hal. 38 Ibnu Taimiyyah t berkata “Sesung-guhnya yang terkandung dalam ucapan mereka adalah bahwa berita-berita dari Rasulullah n tidaklah berfaedah sedikitpun dalam sisi ilmiah. Bahkan hal yang seperti itu bisa diraih oleh setiap orang dengan musyahadah1, nur, dan kasyaf.” Daru Ta’arudhil Aql wan Naql, 5/347 Al-Ghazali bahkan menghina para fuqaha dengan ucapannya “Para fuqaha hanyalah sekedar ulama dunia dan tugas mereka tidak lebih dari itu.” Ihya Ulumiddin, 1/18 Ibnul Jauzi t berkata “Kebencian-nya kepada para fuqaha merupakan kezindiqan terbesar. Karena para fuqaha selalu menghadirkan fatwa-fatwa tentang kesesatan dan kefasikan mereka. Dan sungguh al-haq itu berat sebagaimana beratnya zakat.” Talbis Iblis hal. 374 Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyyah berkata “Fiqih merupakan suatu upaya untuk membenahi sesuatu yang dhahir dan yang batin. Allah I berfirman “Akan tetapi orang-orang munafiq tidaklah memahami.” Al-Munafiqun 7 Jikalau hati-hati mereka bersih dan tercermin dalam dhahir-dhahirnya, sungguh mereka adalah orang yang memahami. Ingatlah pemimpin para fuqaha, Ibnu Abbas c yang didoakan oleh Nabi n Ya Allah, fahamkanlah dia dalam urusan agama’.” Abu Hamid Al-Ghazali Aqida-tuhu wa Tashawwufuhu hal. 45 Perilaku Shufiyyah merupakan pintu kesombongan, kecongkakan dan sikap ekstrim dalam memposisikan diri mereka. Mereka telah melupakan Rasulullah n sebagai seorang nabi yang membawa kesempurnaan syariat dan akhlak yang mulia. Allah I berfirman “Hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan kepada kalian nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” Al-Ma`idah 3 “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” Ali Imran 164 7. Tentang ajaran wihdatul wujud, Al-Ghazali berkata menyebutkan tingkatan orang-orang shiddiqin “Mereka adalah segolongan kaum yang melihat Allah I dalam keesaan-Nya. Dengan-Nya, mereka melihat segala sesuatu. Dan tidaklah mereka melihat dalam dua tempat selain dari-Nya, dan tidaklah mereka memperhatikan alam wujud selain Dia. Inilah memperhatikan de-ngan pandangan tauhid. Hal ini meng-ajarkan kepadamu bahwa yang bersyukur adalah yang disyukuri. Dan dia adalah yang mencintai dan yang dicintai2. Inilah pan-dangan seseorang yang mengetahui bahwa tidaklah ada di alam yang wujud ini melainkan Dia.” IhyaUlumiddin, 4/86 Bahkan terdapat keterikatan yang kuat antara Al-Ghazali dan Al-Hallaj yang meyakini aqidah wihdatul wujud, bahkan sebagai puncak dari tauhid. Ihya Ulumiddin, 4/247 Ibnu Taimiyyah t berkata memban-tah keyakinan yang bejat ini “Para salaf mengkafirkan Jahmiyah karena perkataan mereka bahwa Allah I berada di semua tempat. Di antara bentuk pengingkaran para salaf adalah Bagaimana mungkin Allah I berada di perut, di tempat-tempat kotor, di tempat-tempat sunyi? Maha Tinggi Allah dari perkara tersebut! Lalu bagaimana-kah dengan mereka yang menjadikan perut, tempat-tempat kotor, tempat-tempat sunyi, barang-barang najis, dan kotoran-kotoran sebagai bagian dari Dzat-Nya?” Majmu’ Fatawa, 2/126 Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah I ber-istiwa` di atas Arsy dan Allah I tidak membutuhkan Arsy. Dan Allah I tidaklah serupa dengan makhluk dalam segala sifat-Nya. Allah I berfirman “Ar-Rahman ber-istiwa` di atas Arsy.” Thaha 5 “Sesungguhnya Rabb kalian telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari kemudian ber-istiwa` di atas Arsy.” Yunus 3 “Tidaklah Allah serupa dengan apapun dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Asy-Syura 11 8. Ajaran khalwat atau menyendiri dan menyepi, dan kesalahan dalam memahami uzlah. Al-Ghazali berkata “Dalam uzlah menyingkir dan menjauhi umat, ada jalan keluar kedamaian. Adapun dalam ber-amar ma’ruf dan nahi mungkar akan meninggalkan perselisihan dan membangkit-kan kedengkian hati. Dan siapapun yang mencoba beramar ma’ruf niscaya keba-nyakannya akan menyesal.” IhyaUlumiddin, 2/228 Bahkan dengan khalwat akan tersing-kap kehadiran Rabb dan nampak baginya Al-Haq. Ihya Ulumiddin, 3/78 Syarat-syarat khalwat menurut kaum Shufi q Meminta bantuan dengan ruh para syaikh, dengan perantara gurunya. q Menyibukkan diri dengan dzikir sehingga nampak Allah I baginya. q Bertempat di ruangan yang gelap dan jauh dari suara serta gerakan manusia. q Tidak berbicara. q Tidak memikirkan kandungan makna Al-Quran dan hadits, karena akan menyibukkan dari dzikir yang sebenarnya. q Tidak boleh masuk dan keluar dari tempat khalwat kecuali dengan izin dari syaikhnya. q Selalu mengikat hati dengan mengingat syaikh. Ash-Shufiyah wa Taatstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 186 Ini merupakan amalan-amalan yang akan menguburkan nilai-nilai agama yang suci, akibat salah memahami uzlah dan upaya meniru gaya kependetaan. Makna uzlah bukanlah khalwat ala Shufiyyah yang rancu. Maknanya adalah menjauhi suatu fitnah agar tidak menimpa-nya, baik itu di dalam rumah ataupun di suatu tempat, yang apabila telah hilang fitnah tersebut maka dia kembali melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, berdakwah, dan berjihad di jalan-Nya. lihat Ash-Shufiyyah wa Taatstsuruha bin Nashraniyyah wal Yahudiyyah, hal. 188 Suatu fitnah harus dihadapi dengan ilmu dan bimbingan yang benar, bukan dengan sikap emosional atau mengekor pola-pola orang kafir. baca kitab Al-Qaulul Hasan fi Ma’rifatil Fitan 9. Al-Ghazali lebih mengutamakan as-sama’ mendengarkan nasyid dan dendang kerohanian daripada membaca Al-Quran. Setelah menceritakan keutamaan as-sama’, beliau berkata “Dan apabila hati telah terbakar mabuk dalam kecintaan kepada Allah I, maka untaian bait syair yang aneh akan lebih membangkitkan sesuatu yang tidak bisa dibangkitkan dengan membaca Al-Quran.” IhyaUlumid-din, 2/301 Keganjilan kaum Shufi ini merupakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para shahabat. Ibnu Taimiyyah t berkata “Berkumpul untuk mendengarkan dendang-an-dendangan rohani baik yang diiringi tepuk tangan, dawai, ataupun rebana, merupakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para shahabat, baik Ahlush Shuffah atau yang lainnya. Demikian pula para tabi’in tidak pernah melakukannya.” Majmu’ Fatawa, 11/57 Al-Imam Asy-Syafi’i t berkata “Tidaklah aku tinggalkan Baghdad kecuali telah muncul at-taghbir dendang kero-hanian yang dibuat orang-orang zindiq, yang hanya menghalangi manusia dari Al-Quran. Dan Yazid bin Harun berkata “Tidaklah melakukan at-taghbir kecuali orang fasiq.” Majmu’ Fatawa, 11/569 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata “Orang yang membiasakan men-cari semangat dengan as-sama’ niscaya tidak akan lembut dan senang hatinya dengan Al-Quran. Dan dia tidak akan mendapatkan apapun saat mendengarkan Al-Quran sebagaimana ketika mendengarkan bait-bait syair. Bahkan apabila mendengarkan Al-Qur`an, dia akan mendengarkan dengan hati dan lisan yang lalai.” Majmu’ Fatawa, 11/568 Orang-orang Shufi telah melupakan firman Allah I “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila diingatkan tentang Allah maka hati-hati mereka bergetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka.” Al-Anfal 2 “Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah hati akan tenang.” Ar-Ra’d 28 10. Kesalahan yang fatal dalam memahami makna tawakkal, sehingga menghilangkan sebab yang harus ditempuh. Al-Ghazali berkata “Telah diceritakan dari Banan Al-Hammal Suatu hari saya dalam perjalanan pulang dari Mesir, dan saya membawa bekal keperluanku. Datanglah kepadaku seorang wanita dan menase-hatiku Wahai Banan, engkau adalah tukang pembawa yang selalu membawa bekal di punggungmu dan engkau menyang-ka bahwa Dia tidak memberimu rizki?’ Banan berkata Maka aku buang bekalku’.” IhyaUlumiddin, 4/271 Hal ini sangatlah berseberangan dengan bimbingan Al-Quran dan As-Sunnah. Allah I berfirman “Hendaknya kalian mengambil bekal, dan sebaik-baik bekal adalah takwa.” Al-Baqarah 197 Asy-Syaikh As-Sa’di t berkata “Allah I memerintahkan untuk membawa bekal bagi safar yang mubarak diberkahi ini yakni haji. Sesungguhnya persiapan bekal akan mencukupinya dan bisa mencegah dari harta orang lain, tidak mengemis dan meminta bantuan. Bahkan dengan memperbanyak bekal akan bisa menolong para musafir.” Kemudian beliau berkata “Adapun bekal yang hakiki yang akan terus bermanfaat di dunia dan di akhirat adalah bekal takwa, inilah bekal untuk menuju rumah abadi.” Taisirul Karimirrahman hal. 74 Al-Ghazali berkata “Barangsiapa menyimpan persediaan makanan untuk 40 hari atau kurang dari itu, maka akan terharamkan dari al-maqam al-mahmud kedudukan terpuji yang dijanjikan kepada orang yang bertawakkal di akhirat kelak.” IhyaUlumiddin, 4/276 Al-’Iraqi berkata setelah menyebutkan hadits bahwa Rasulullah n mempersiapkan makanan untuk keluarganya selama satu tahun yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari “Apakah Rasulullah n telah keluar dari tingkatan orang-orang yang berta-wakkal, sebagaimana yang diterangkan Al-Ghazali dalam manhajnya yang rusak dalam masalah tawakkal?” Abu Hamid Al-Ghazali Aqidatuhu wa Tashawwufuhu hal. 79 Bahkan ketika orang-orang Nasrani menyerbu negeri Baghdad, ia lebih memilih untuk ber-khalwat daripada berjihad. Abu Hamid Al-Ghazali Aqidatuhu wa Tashawwufuhu hal. 89 11. Menjauhi suatu yang fitrah, bahkan yang diperintahkan Rasulullah n, seperti nikah. Al-Ghazali berkata “Barangsiapa menikah maka sungguh dia telah cenderung kepada dunia.” Ihya Ulumiddin, 3/101 Hal ini sangat menyelisihi sabda Rasulullah n “Menikahlah kalian, sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya umat dari kalian, dan janganlah kalian meniru kependetaan Nasrani.” Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, 4/385, hadits no. 1782. Beliau mengatakan hadits ini diriwayatkan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 7/78 Peringatan Ulama Salaf terhadap Kitab IhyaUlumiddin3 Asy-Syaikh Abdul Lathif bin Abdur-rahman Alusy Syaikh berkata “Di dalam kitab Ihya, beliau yakni Al-Ghazali menu-lis dengan metode filsafat dan ilmu kalam dalam banyak pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan ketuhanan dan teologi, serta membingkai filsafat dengan syariat. Ibnu Taimiyyah berkata Namun Abu Hamid telah memasuki ruang lingkup ilmu filsafat dalam banyak hal, yang Ibnu Aqil menyatakan ilmu filsafat sebagai bagian dari zindiq’. Ibnul Arabi, murid Al-Ghazali mengatakan “Guru kami Abu Hamid telah masuk dalam cengkeraman ilmu filsafat, dan beliau ingin melepaskannya namun tidak berhasil.”4 Abu Ali Ash-Shadafi berkata “Syaikh Abu Hamid terkenal dengan berbagai berita buruk dan memiliki karya yang besar. Beliau sangat ekstrim dalam tarekat Shufiyyah dan mencurahkan waktunya untuk membela madzhabnya, bahkan menjadi penyeru dalam Shufiyyah. Beliau mengarang berba-gai tulisan yang terkenal dalam hal ini dan membahasnya dalam berbagai tempat, sehingga mengakibatkan umat berburuk sangka kepadanya. Sungguh Allah Yang Maha Tahu rahasianya. Dan penguasa di tempat kami di negeri Maghrib –berdasarkan fatwa para ulama– telah memerintahkan untuk membakar dan menjauhi karyanya.” Adz-Dzahabi berkata “Karyanya ini penuh dengan musibah yang sungguh sangat tidak menyenangkan.” Ahmad bin Shalih Al-Jaili “Al-Ghazali adalah seorang yang fatwa-fatwa-nya terbangun dari sesuatu yang tidak jelas. Di dalamnya banyak riwayat-riwayat yang dicampuradukkan antara sesuatu yang tsabit/jelas dengan yang tidak tsabit. Demi-kian pula apa yang dia nisbatkan kepada para ulama salaf, tidak mungkin untuk dibenarkan semuanya. Ia juga menyebutkan berbagai kejadian-kejadian para wali dan renungan-renungan para wali sehingga mengagungkan posisi mereka. Ia mencam-purkan sesuatu yang manfaat dan yang berbahaya.” Abu Bakr Ath-Thurthusi berkata “Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya` dengan berbagai kedustaan atas nama Rasulullah n. Dan tidaklah ada di atas bumi yang lebih banyak kedustaan darinya, sangat kuat keterikatannya dengan filsafat dan risalah Ikhwanush Shafa, yaitu segolongan orang yang menganggap bahwa kenabian adalah sesuatu yang bisa diraih manusia biasa dan mu’jizat hanyalah halusinasi dan khayalan.” Semoga Allah I selalu menjaga kita dari tipu daya, kesesatan dan makar setan. Wallahu a’lam. 1 Musyahadah menurut kalangan Shufi adalah melihat kehadiran Allah I yang kemudian memberikan/membuka rahasia-rahasia-Nya kepada hamba-Nya. 2 Maksudnya dia telah bersatu dengan Allah, sehingga tidak lagi terpisah antara dia dengan Allah. 3 Diambil dari kitab At-Tahdzirul Mubin min Kitab Ihya` Ulumiddin karya Asy-Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman Alusy Syaikh 4 Tentang akhir kehidupan Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah t mengatakan “
Oleh karena itu, menjadi jelas baginya Al-Ghazali, ed di akhir hayatnya bahwa jalan tasawuf tidaklah menyampaikan kepada tujuannya. Kemudian ia mencari petunjuk melalui hadits-hadits Nabi n. Mulailah ia menyibukkan diri dengan Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Dan ia meninggal di tengah kesibukannya itu, dalam keadaannya yang paling baik. Beliau juga membenci apa yang terdapat dalam bukunya berupa perkara-perkara semacam itu, yaitu perkara yang diingkari oleh orang-orang.” Aqidah Asfahaniyyah, hal. 108, ed Sumber Artikel Dengan Judul Aslinya Mengurai Kesesatan Ihya’ Ulumuddin Selamat menjalankan kehidupan dengan sebaik-baiknya & sebenar-benarnya. S3Y6.
  • sqe5uaxode.pages.dev/85
  • sqe5uaxode.pages.dev/220
  • sqe5uaxode.pages.dev/290
  • sqe5uaxode.pages.dev/221
  • sqe5uaxode.pages.dev/389
  • sqe5uaxode.pages.dev/178
  • sqe5uaxode.pages.dev/141
  • sqe5uaxode.pages.dev/352
  • sqe5uaxode.pages.dev/20
  • kisah dalam kitab ihya ulumuddin