GambarBatik Yogyakarta - motif kawung 1. 3. Motif Parang. Batik yogyakarta motif parang biasa disebut sebagai motif batik keris atau pola pedang oleh masyarakat internasional. Sedangkan dalam masyarakat Jawa biasa disebut dengan motif Parang Lidah api atau lidah api. Parang merupakan salah satu motif batik paling kuat dari motif batik lain
Kata oranamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang artinya hiasan atau perhiasan Soepratno, 1983 11 berdasar arti kata tersebut berarti menghiasi. Menurut Gustami dalam Sunaryo 2009 3 menjelaskan bahwa ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi, berdasarkan pengertian di atas, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk-bentuk hiasan yang menjadi ornamen fungsi utamanya adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias. Benda produk tersebut, tetapi setelah ditambahkan ornamen padanya diharapkan menjadikannya semakin indah. Ornamen yang ditambahkan pada suatu produk memiliki nilai simbolik sesuai dengan tujuan dan gagasan pembuatnya, sehingga dapat meningkatkan status sosialkepada yang memiliki. Maka sesungguhnya ornamen tidak dapat dipisahkan latar belakang sosial budaya masyarakat bersangkutan. Umunya setiap ornamen memiliki ciri-ciri yang jelas dan berbeda anatar satu dengan yang lain sesuai dengan masyarakat pendukungnya, sebagai manifestasi dari sistem gagasan yang menjadi acuannya. Menurut Kusmiati 2004 17, arsitektur adalah bagian dari kebudayaan, dan nilai-nilai budaya diungkapkan melalui relief yang terpasang sebagai ragam hias ornament tidak terpisahkan dari bangunan. Kehadiran sebuah ornamen tidak semata sebagai pengisi bagian kosong dan tanpa arti, lebih-lebih karya ornamen masa lalu. Ornamen memiliki beberapa fungsi, yakni 1 fungsi murni estetis, 2 fungsi simbolis, 3 fungsi teknis konstruktif, Sunaryo, 2009 4. Fungsi murni estetis merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni. Fungsi ornamen yang demikian itu tampak jelas pada produk-produk benda kerajinan atau seni kriya. Fungsi simbolis ornamen pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka dan bersifat keagaman atau kepercayaan. Ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung, atau garuda misalnya, mmiliki fungsi simbolis. Sebagai contoh pada gerbang Kemagangan di komplek keraton Yogyakarta, terdapat motif hias berbentuk dua ekor naga yang saling berbelitan bagian ekornya. Ornamen itu sebagai tanda titimangsa berdirinya keraton, juga merupakan simbol bersatunya raja dengan rakyat yang selaras dengan konsep manunggaling kawula-gusti dalam kepercayaan Jawa. Secara struktural ornamen berfungsi teknis untuk menyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi, karena itu ornamen memiliki fungsi konstruktif. Tiang, talang air, dan bumbungan atap ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang memperindah penampilan karena fungsi hiasnya sekaligus juga berfungsi konstruktif. Adanya fungsi teknis konstruktif sebuah ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya. Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang bersangkutan. Dalam konteks seni rupa, klasifikasi seni ornamen tradisional Hindu-Jawa di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu 1 seni ornamen dari benua atas yang diwujudkan dalam bentuk binatang burung. Burung sebagai simbol roh atau lambang kematian dan kebangkitan kembali, atau dewa dunia atas, khusus burung garuda di Jawa maknanya sebagai kendaraan dewa Wisnu; 2 seni ornamen dari benua bawah yang ditampilkan dalam bentuk binatang ular. Ular merupakan binatang golongan rendah, simbol kemakmuran dan kesejahteraan, atau lambang perempuan; 3 seni ornamen tanaman, sulur-suluran, tumpal, manusia, dan binatang lainnya disebut dengan benua tengah. Biasanya divisualisasikan dalam pohon hayat atau gunungan kekayon. Kelompok ragam hias ini melambangkan kesatuan, keesaan tertinggi, dan sumber kehidupan manusia, Marizar, 2013 124 Di dalam seni rupa Indonesia tiap-tiap bentuk ornamen mempunyai arti, misal pada seni kerajinan batik, seni ukir, sungging dan sebagainya, dimana ornamen-ornamen tersebut memeiliki arti sebagai berikut. Tabel 1. Ornamen dan perlambangannya Ornamen Melambangkan Swastika Alam semesta Garuda Dunia atas Burung Merak Kendaraan dewa Pohon Hayat/kehidupan Lidah api kesaktian Ular Dunia bawah Tabel 2. Ornamen pada seni sungging wayang Lukisan Melambangkan Burung Dunia atas pohon Dunia tengah madya pada Ular Dunia bawah Sumber Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Depdikbud Dalam penelitian ini ornamen yang akan dikaji adalah Ornamen Praba dan Tlacapan yang berada pada tiang Bangunan Kraton Yogyakarta khususnya Bangsal Kencana. Agar memahami bentuk dan makna simbolis yang akan dikaji dari ornamen Praba dan Tlacapan maka terlebih dahulu harus memperhatikan pembagian jenis-jenis yang terdapat pada ornamen. Gambar II Ornamen Tlacapan dan Praba pada tiang Bangsal Kencana Sumber Trusti, 2015 a. Ornamen motif Geometris Motif Geometris merupakan motif tertua dalam ornamen karena sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Motif geometris menggunakan unsur-unsur rupa Ornamen Tlacapan Ornamen Praba seperti garis dan bidang yang pada umumnya bersifat abstrak artinya bentuknya tidak dapat dikenali sebagai bentuk-bentuk objek alam. Motif geometris berkembang dari bentuk titik, garis, atau bidang yang berulang, dari yang sederhana sampai dengan pola yang rumit. Sejumlah ornamen geometris nusantara antara lain adalah meander, pilin lereng, banji, kawung, jlamprang, dan tumpal. Berikut adalah penjelasan mengenai ornamen geometris dengan pola dasar segitiga atau tumpal yang mirip dengan bentuk ornamen Praba dan Tlacapan pada tiang Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta. Tumpal memiliki bentuk dasar bidang segitiga. Bidang-bidang segitiga itu biasanya membentuk pola berderet, sering digunakan sebagai ornamen tepi. Menurut Sunaryo 2009 30 menjelaskan bahwa motif tumpal banyak dijumpai pada batik, terutama batik pesisir yang banyak mendapat pengarauh dari Cina. Motif tumpal pada kain selain diterapkan sebagai hiasan pinggir, juga dipakai pada bagian kain yang disebut kepala. Gambar III Tumpal pada kain batik dari Madura Sumber 2015 Menurut Sunaryo 2009 menjelaskan bahwa di Jawa khususnya Yogyakarta mengenal motif tumpal pada kain batik dengan sebutan untu walang gigi belalang. Gambar IV Motif untu walang Sumber Dalam berbagai variasi, motif tumpal yang berbentuk dasar segitiga sama kaki diisi oleh aneka tumbuh-tumbuhan, dan ada juga yang diisi dengan penggayaan lidah api. Menurut Van der Hoop 1949 menjelaskan bahwa terdapat juga motif tumpal dari Bali yang dihiasi dengan bentuk pohon hayat kekayon. Gambar V Motif tumpal berisi pohon hayat, Bali Sumber Van der Hoop, 1949 Ragam hias tumpal juga ditemukan pada benda pakai seperti yang disebut pinggir tumpal adalah deretan segitiga sama kaki. Menurut Van der Hoop 1949 menjelaskan bahwa terdapat jenis hiasan tumpal berselimpat pada meriam perunggu di Manado bentuknya bagian garis tepi segitiga sudah dihilangkan jadi hanya tinggal sulur dan ukel. Gambar VI Tumpal pada meriam perunggu Manado Sumber Van der Hoop, 1949. Di beberapa daerah motif berbentuk dasar segitiga ini disebut dengan motif pucuk rebung. Menurut Sunaryo 2009 menjelskan bahwa motif pucuk rebung melambangkan sebuah pesan agar orang hidup hendaknya berguna, sebagaimana pucuk rebung, yakni tunas bambu yang dapat tumbuh menjadi rumpun bambu dan berguna bagi manusia. Gambar VII Motif pucuk rebung Sumber Ragam hias tumpal selain terdapat pada benda peralatan juga terdapat pada seni bangunan arsitektur. Menurut Van der Hoop 1949 26 menjelaskan bahwa sekitar abad ke-14 hiasan tumpal terdapat pada candi Naga di Blitar Jawa Timur. Ragam hias tumpal tersebut terdapat pada bagian pintu masuk candi dan diisi dengan motif sulur-sulur. Gambar VIII Tumpal pada Candi Naga, Blitar- Jawa Timur Sumber 2015 Ragam hias berbentuk segitiga pada candi juga disebut Antevik. Hiasan antevik biasanya dijumpai pada bagian tubuh, pagar langkan, hingga atap candi. Dalam buku Balai Konservasi Peninggalan Borobudur 2010 menjelaskan bahwa umumnya anteviks pada candi berbentu segitiga, namun ada juga yang berpola dasar segitiga yang terdiri dari bentuk segitiga berjajar dimana segitiga pada bagian tengah lebih besar daripada dua segitiga lainnya. Hiasan antevik sebagai simbol dari gunung Mahameru yang merupakan tempat bersemayamnya para dewa. Gambar IX Anteviks Candi Sumber b. Ornamen Non-geometris Selain ornamen geometris juga terdapat ornamen non-geometris yaitu ornamen yang memiliki bentuk-bentuk bebas atau bentuk alam seperti motif binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda alam manusia benda-benda teknologi dan kaligrafi. Menurut Van Der Hoop dalam bukunya IndonesischeSiermotieven, Ragam-Ragam Perhisan Indonesia, Indonesia Ornamental Design 1949274-285 menjelaskan beberapa ornamen non-geometris adalah Pohon Hayat dan beberapa turunan bentuknya yang memiliki bentuk dasar segitiga, yang kemudian akan dijelaskan untuk melihat kedekatan bentuk dengan ornamen Praba dan Tlacapan. 1 Pohon Hayat Pohon Hayat sebagai lambang keesaan tertinggi, jumlah-kesatuan yang dapat disamakan dengan Brahman dalam agama Hindu dan Tao dalam filsafat Tionghoa, Van der Hoop, 1949. Pohon hayat adalah sumber semua hidup kekayaan dan kemakmuran dan oleh karena itu sering dihiasi dengan permata, kain-kain dan sebagainya. Di Indonesia khususnya Sumatera Utara, pohon hayat masih dapat dijumpai sebagai pohon keramat ditanam di tengah-tengah desa di atas sebuah panggung kecil yang diberi batu. Di atas panggung tersebut dirauh tengkorak-tengkorak kerbau yang dikorbankan. Pada waktu ada peralatan-peralatan sering juga didirikan pohon hayat, dihiasi dengan kain dan disinilah kerap kali tanduk kerbau diikatkan. Pada beberapa suku orang Dayak dijumpai pembagian serba dua benua atas burung enggang, benua bawah ular air, serta keesaan Tuhan digambarkan dengan pohon hayat Van der Hoop, 1949274. Sebuah ukiran kayu dari Cirebon, hampir sama yaitu konsep dunia atas digambarkan dengan burung, dunia bawah dengan ular, dan keesaan Tuhan dengan pohon hayat, yang berbeda adalah pohon hayat digambarkan sudah hampir menyerupai daun, hampir mirip dengan gunungan. Di sini digambarkan bahwa pohon hayat keluar dari sebuah bunga teratai yang berdiri di atas gunung. Pohon Hayat atau Kalpadruma atau Kalpawreksa atau The Life Tree atau The Wishing Tree atau Pohon Surga atau Kekayon Gunungan, menunjukkan suatu elemen tentang adanya hubungan antara Indonesia dengan kebudayaan lama Asia. Pohon Hayat dalam Islam mungkin dikenal pula dengan sebutan Syajaratul Khuldi Tjandrasasmita, 2009. 2 Pohon hayat, Gunungan Gunungan dalam permainan wayang kulit ditaruh di depan kelir sebelum dan sesudah permainan, juga diantara babakan-babakan. Menururt Van der Hoop 1949 menjelakan bahwa gunungan menyerupai bentuk kipas. Gunungan pegunungan yang disebut juga kekayon yang berasal dari kata kayu. Gunungan ini melambangkan kesatuan, keesaan, sama denga pohon hayat. Di dalam gunungan terlihat digambarkan berbagai ragam hias, tetapi ragam hias yang utama yaitu pohon yang berada di tengah-tengah. 3 Gunung Pemujaan gunung adalah umum pada orang-orang Indonesia kuno, dan sekarang juga masih terdapat sisa-sisanya, seperti pemujaan Gunung Agung di Bali, Gunung Tengger di Jawa Timur, Gunung Merapi di Jawa Tengah, dsb. Dalam agama Hindu gunung-agung tempat kediaman dewata itu disebut Mehru. Mehru biasanya diwujudkan sebagai puncak yang tinggi dikelilingi oleh beberapa puncak yang lebih rendah. Sebagai contoh kain dodot di Yogyakarta dengan memakai gunung sebagai ragam hias utama. Gambar X Gunung sebagai ide bentuk segitiga Sumber 2015 4 Mahameru Van der Hoop 1949 menjelaskan bahwa Mahameru pada sebuah kain yang berasal dari Yogyakarta yang disebut dodot. Polanya terdiri dari berbagai ragam-ragam hias. Di bagian atas dan bawah, ragam hias garuda yang memiliki dua sayap dan dua ekor. Di kanan dan kiri terdapat lar, di tengah-tengahnya terdapat gunung. Pola batik majemuk yang seperti demikian disebut semen. Menurut Poespoprodjo 2004 117, menjelaskan bahwa kata simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu sumballo yang berarti menghubungkan menggabungkan. Simbol dapat berupa gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu. Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Manusia dalam hidupnya selalu berkaitan dengan simbol-simbol yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Herusatoto 1991 12 menerangkan mengenai simbol. Terdapat juga simbol-simbol yang terbina selama berabad-abad. Lambang-lambang purba seperti api, air, matahari, ikan dan sebagainya mempunyai fungsi yang kadang religius, kadang-kadang seni dan kadang-kadang-kadang-kadang teknis semata-mata sebagai alat komunikasi. Sebetulnya aspek-aspek tersebut tak dapat dipisahkan dan dalam lingkungan kebudayaan kuno memang berjalan bersama-sama. Contoh huruf hiroglif di Mesir kuno. Huruf-huruf tersebut menggambarkan sesuatu, jadi menggandung berita, tetapi tidak lewat huruh-huruf biasa, satu huruf satu bunyi misalnya, melainkan lewat lambang-lambang keagamaan kuno yang sekaligus merupakan ekspresi seni yang indah sekali. Jadi simbol digunakan untuk menjelaskan makna, menyampaikan berita, juga sebagai peninggalan bukti sejarah. Untuk memperjelas pengertian mengenai simbol akan dijelaskan perbedaan tentang isyarat, tanda-tanda, lambang atau simbol yang selama ini masih sering bertukar pengertian. Menurut Herusatoto 1991 adapun perbedaan dari ketiganya adalah. 1 Isyarat dapat berupa bentuk-bentuk Gerak tubuh/anggota badan, suara-suara/bunyi, sinar, asap, misalnya isyarat-isyarat morse, kibaran-kibaran bendera. 2 Tanda-tanda dapat berupa benda-benda atau bentuk-bentuk Contoh tugu-tugu jarak jalan kilometer, tanda lalu lintas, tanda-tanda pangkat/jabatan. Tanda bisa berupa hal atau keadaan seperti, ada awan tanda akan hujan, ada asap tanda ada api. 3 Lambang atau simbol dapat berupa benda-benda atau bentuk berupa hal atau keadaan seperti misalnya seloka, pepatah, candra sengkala, kisah/dongeng. Simbol dapat menjadi bagian terkecil dari sebuah isyarat dan tanda, sementara isyarat dan tanda bisa jadi mengandung makna simbolis di dalamnya. Warna dapat juga digunakan sebagai simbol. Pada tradisi masyarakat Yogyakarta warna sesuatu benda dapat dipakai untuk mengungkapkan isi hatinya, seperti di Kraton Yogyakarta. Warna digunakan sebagai simbol suatu yang ingin diungkapkan, makna dibalik suatu benda. Dalam buku yang berjudul Adat Istiadat Daerah Istimewa Yogyakarta terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1976/1977 253 menerangkan bahwa terdapat beberapa warna yang digunakan sebagai simbol oleh Kraton Yogyakarta. 1 Warna kuning adalah simbol segala sesuatu yang mengandung makna ketuhanan. Pada upacara-upacara adat sering dipakai cengkir gading. Di kraton Yogyakarta terdapat bangunan yang disebut Gedong Kuning. 2 Warna merah melambangkan keberanian. Bendera negara RI merah putih, dapat pula warna merah diartikan marah misalnya pada waktu seseorang sedang marah ia lalu berkirim surat dengan tinta lain lagi merah sebagai tanda bergembira. 3 Warna gelap tanda berkabung. Bunga tanda bela sungkawa biasanya berwarna gelap. 4 Warna hijau gadung Mlati menurut kepercayaan masyarakat Jawa Tengah adalah warna kesukaan Nyai Roro Kidul. 6 Warna hijau lambang ramah tamah, tentrem 7 Warna hitam tanda keabadian Menurut Sanyoto 2010 46-51 mendeskripsikan karakter dan simbolisasi warna adalah sebagai berikut. Tabel 3. Karakter dan Simbolisasi Warna Warna Karakter Simbol Kuning Terang, gembira, ramah, supel, riang, cerah, hangat Kecerahan, kehidupan, kegembiraan, kemenangan, kemeriahan, peringatan Kuning Emas agung Keagungan, kemewahan, kejayaan, kemegahan, kemuliaan, dan kekuatan Jingga/ Orange Dorongan, semangat, merdeka, anugrah, bahaya Kemerdekaan, penganugerahan, kehangatan, keseimbangan, Merah Menaklukkan, ekspansif, dominan berkuasa Nafsu primitif, marah, berani, perselisihan, bahaya, perang, seks, kekejaman, kesadisan Ungu Keangkuhan, kebesaran, kekayaan Kebesaran, kejayaan, keningratan, kebangsawanan, kebijaksaan, pencerahan Biru Dingin, pasif, melankoli, sayu, sendu, sedih, tenang, berkesan jauh, mendalam, tak terhingga, cerah Keagungan, keyakinan, keteguhan iman, kesetiaan, kebenaran, kemurahan hati, kecerdasan, perdamaian, stabilitas, keharmonian, kesatuan, kepercayaan, keamanan Hijau Segar, muda, hidup, tumbuh Kesuburan, kesetiaan, keabadian, kebangkitan, kesegaran, kemudaan, keremajaan, keyakinan, kepercayaan, keimanan, pengharapan, kealamian, lingkungan, keseimbangan, dll ketulusan, kedamaian, kebenaran, kesopanan, kehalusan, kelembutan, kewanitaan, kebersihan, simpel, kehormatan Hitam Menekan, tegas, mendalam, depresive Kesedihan, malapetaka, kesuraman, kemurungan, kegelapan, kematian, teror, kejahatan, kesalahan, rahasia, ketakutan, seksualitas, penyesalan, amarah, duka cita Abu-abu menyenangkan Ketenangan, kebijaksanaan, keredahhatian, turun tahta, suasana kelabu, keragu-raguan Coklat Kedekatan hati, sopan, arif bijaksana, hemat, hormat Kesopanan, kearifan, kebijasanaan, kehormatan Sumber Sanyoto, 2010 Bentuk segitiga yang meruncing dapat menjadi suatu penunjuk arah, untuk itu kesan yang timbul adalah pencapaian tujuan. Bentuk ini dapat menyimbolkan stabilitas namun dapat pula sebaliknya. Dalam spiritualitas bentuk ini digunakan untuk mewakili pengenalan diri, dan pencerahan, Santoso, 2012. Bentuk dasar segitiga pada standar rambu-rambu K3 digunakan sebagai simbol peringatan yang didukung dengan warna kuning dan garis tepi outline hitam. Menurut Hornung dalam Santoso 2012 menjelaskan bahwa segitiga merupakan lambang dari konsep Trinitas. Sebuah konsep religius yang mendasarkan pada tiga unsur alam semesta, yaitu Tuhan, manusia dan alam.
Penelitianyang berjudul "Makna Ragam Hias Motif Nago Besaung pada Kain Songket Palembang" ini, dimaksudkan untuk melihat makna simbolik motif nago besaung dalam pernikahan masyarakat Palembang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan simbol. Dalam pendekatan simbol peneliti memandang motif nago besaung sebagai sebuah teks.
48 banyak menjadi sumber penciptaan motif hias, untuk jenis binatang ini dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok. Menurut Sugeng Tukio motif hias motif binatang dapat dikelompokkan menjadi a. Binatang hidup di darat melata b. Binatang hidup di air c. Binatang hidup di udara bersayap Dari tiga jenis binaang ini dapat diperoleh penggambaran dan setiap jeins dapat memberikan contoh berlainan yang penciptaanya ada yang dikaitkan dengan kepercayaan Sugeng Tukio, 1987 115 . 4. Kelompok Motif Hias Dekoratif Kelompok motif hias dekoratif menurut Sugeng Tukio adalah banyak ragam hias yang tidak mengambil unsur alam maupun bentuk geometris seperti kaligrafi dan jalinan garis. Jenis motif hias ini dikenal dengan nama motif dekoratif. Dari pendapat ini yang dimaksud motif hias dekoratif adalah motif-motif hias yang mengambil obyek selain dari unsur-unsur alam maupun bentuk-bentuk geometris atau ilmu ukur. Jenis motif hias dekoratif ni banyak ditemukan di seluruh Indonesia, pada hasil karya masa lampau, banyak diciptakan manusia bermula untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih dari itu untuk pelengkap upacara adat dan sebagai benda pusaka Sugeng Tukio, 1984 3 . C. Arti dan Makna Simbol pada Ragam Hias Ragam hias sebagai elemen pokok dari gambar dalam penerapannya di samping sebagai unsur penghias semata, sering pula ditemui adanya makna simbolis 49 atau maksud – maksud tertentu yang sesuai dengan falsafah hidup penciptanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam hal ini Gustami 1980 7 menerangkan sebagai berikut ….didalam ornament sering ditemukan pula nilai – nilai simbolik atau maksud – maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga benda – benda yang dikenai oleh suatu gambar akan mempunyai arti yang lebih jauh dengan disertai harapan – harapan yang tertentu pula. Berdasarkan pendapat di atas, pada dasarnya penciptaan suatu ragam hias tidak lepas dari arti simbolis yang terkadung di dalamnya. Hal ini sudah dapat dijumpai pada zaman Mesir kuni, yaitu gambar dari dewa – dewa, di India dengan gambar sapi sebagai dewa Syiwa atau gambar Naga di China sangat terkenal. Di Jawa arti gambar juga sudah dikenal sejak zaman dulu, baik diwujudkan dalam ragam hias, patung atau reliaef, benda – benda pusaka, batik, pewayangan dan lain – lain. Jadi segala sesuatu yang diciptakan manusia tersebut pada umumnya mempunyai arti simbolis. Pemaknaan gambar dalam sejarah pemikiran ada dua arti gambar yang sangat berbeda satu sama lain, yaitu dalam pengalaman religius dan dalam system logika dan ilmu pengetahuan. Di dalam pengalaman religius, gambar dipandang sebagai ungkapan indrawi atas realitas yang transenden, sementara yang lain, gambar atau gambaran memiliki arti sebagai tanda yang abstrak. Dalam masyarakat Jawa, terdapat semacam pendidikan humaniora yang mengajukan nilai – nilai kemanusiaan dan pernyataan – pernyataan simbolis yang merupakan bagian integral dari system budaya. Berdasar kandungan nilai – nilai sub kultur, kelompok gambar dan pelembagaan pendidikan humaniora dapat digolongkan menjadi tiga tipe pendidikan humaniora dalam masyarakat tradisional 50 Jawa, yaitu istana, pesantren dan perguruan. Dalam lembaga keabdidaleman ditampung bermacam – macam pekerjaan kreatif dari penciptaan karya – karya sastra sampai kesenian representasional, misalnya Pujangga Kraton yang memproduksi karya – karya sastra dan Abdi – abdi dalem lain yang mendukung berbagai macam kepentingan simbolik, seperti abdidalem dalang untuk keperluan pertunjukan wayang kulit, abdi dalem juru sungging untuk keperluan menggambar dan lain – lain. Walaupun bukan dari Kraton saja, empat ilmu – ilmu tersebut dilestarikan dan dikembangkan, tetapi dari kratonlah nilai dan gambar mengalir kebawah secara paling deras. Di kalangan pesantren gambar juga digunakan, sekalipun tidak semua gambar mempunyai kadar kekayaan makna yang sama. Adapun contoh dari penggunaan gambar tersebut antara lain dalam seni bela diri, para pendekar tapak suci menurut ceritera berusaha menciptakan jurus – jurus silat menurut abjad arab seperti jurus Alip dan seterusnya. Dalam dunia perguruan bela diri, gambar tidak eru dibedakan dengan istana, karena perguruan merupakan pemeliharaan ilmu – ilmu kejawen di luar Istana. Salah satu hal yang menarik dalam ragam hias adalah makna simbolik yang terdapat dalam ragam hias tersebut, di samping hiasan-hiasan yang terdapat di dalamnya. Penciptaan suatu ragam hias banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pandangan hidup penciptanya, jadi ragam hias tersebut sebagai visualisasi kondisi masyarakat pada waktu itu. Soegeng Toekio 1987 9 dalam bukunya menguraikan bahwa ragam hias yang ada di kehidupan masyarakat sebagai media ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual yang proses penciptaamya tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Ragam hias tersebut ditujukan sebagai pelengkap rasa estetika yang biasanya dalam ragam hias tersebut terdapat pula makna 51 simbolis tertentu, menurut apa yang berlaku sah secara konfensional dilingkungan masyarakat pendukungnya Soegeng Toekio,1987 9 . Sejak jaman nenek moyang, penciptaan suatu ragam hias tidak dapat dilepaskan dari unsur – unsur yang melatar belakangi penciptaanya. Penciptaanya biasanya berkaitan erat dengan pandangan hidup penciptanya. Jadi ragam hias tersebut di samping fungsinya sebagai penghias pada umumnya, barang kali juga memiliki suatu arti simbolis. Dari bermacam – macam ragam hias yang ada, selain aspek estetis yang terlihat, tersirat pula di dalamnya nilai filosofis sebagai bentuk ungkapan contoh diantaranya dapat dilihat pada bentuk lidah api, Meru, Ular, Kala, Bunga – Bunga dan masih banyak lainnya yang kesemua itu memiliki makna simbolik tertentu. Mengenai pengertian ragam oleh Gustami 1980 176 dijelaskan sebagai berikut ……..Bahwa ragamlah yang menjadi pangkal atau pokok dari suatu pola, dimana setelah ragam itu mengalami gambars penyusunan dan ditebarkan secara berulang- ulang akan memperoleh sebuah pola. Kemudian setela pola tersebut diterapkan pada benda lain maka jadilah suatu ornament. Selanjutnya dalam “ Kamus Indonesia Modern” dijelaskan bahwa kata hias mempunyai arti sesuatu untuk menambah indah. Dengan demikian pengertian kata hias yang dimaksud adalah sesuatu untuk menambah indah, baik terdiri dari unsur – unsur hias berupa ragam maupun unsur – unsur hias lainnya. Oleh karena itu ragam hias adalah bentuk atau elemen dasar yang bertujuan untuk suatu keindahan dalam kesenian. Ornamen merupakan suatu bentuk yang tidak lepas dari ragam hias. Ornamen berasal dari bahasa latin “Ornare”, pengertian ornament adalah setiap hiasan bergaya geometrik bergaya lain. Ornamen dibuat pada suatu bentuk dasar dari hasil kerajinan tangan perabot, pakaian dan sebagainya dan arsitektur. Faktor yang 52 mendorong timbulnya ornament adalah dari dalam manusia sendiri dan dorongan dari luar yang meliputi lingkungan masyarakat manusia dan lingkungan alam. Dorongan dari alam meliputi segala bentuk tuntutan rohani, sedangkan dorongan dari luar suatu keterikatan manusia sebagai makhluk sosial terhadap alam sekitarnya Sutan Muhammad Zain, 1958 609 . D. Ragam Hias pada Bangunan Kraton di Surakarta
Щ ез թιкэԵՒлофоζукра глуйун ጯոጆКበзясሔщиր аրጪпо
Տቯφፒтθբጻ ዶфуφиςаφ адрጦОֆንψըηи պофοΘсе годрεኩ трէቧуфի
А էσիврук крፑтыκቤбЦойоዪυνо եզеሔеԽλαслиρ ըжοվэпኖ киκаψибивի
Уውι улесарсու ፑоμорутըЗοጶулէμևնի ичинաλ троцоИрс ዥι аտըንевε
Sebanyak60 anak-anak dan remaja menari dalam Sendratari Dewi Sri yang digelar di Desa Wlahar Wetan, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (19/8/2018). Dewi Sri merupakan sosok dewi kemakmuran dan kesuburan. Keramaian itu terjadi pada 1964 sampai tahun 1970-an. Meski sesungguhnya sebagian besar materi budaya yang dihelatkan itu sudah sangat lama ada.
1 Ragam hias geometris merupakan ragam hias yang memanfaatkan beraneka unsur-unsur garis, seperti garis lurus, lengkung, zigzag, spiral serta bermacam macam bagian seperti sisi empat, persegi panjang, lingkaran, layang-layang juga wujud yang lain sebagai motif wujud dasarnya.

Spaceadalah ruang tanpa batas dan lebih menetapkan kebebasan sedangkan place adalah ruang dengan batasan yang jelas yang dibentuk oleh manusia itu sendiri. Ruang secara place adalah area hasil konstruksi secara manusiawi oleh manusia itu sendiri karena manusia adalah "tubuh hidup" dan menjadi penentu sebuah ruang (place) beserta batasannya

SelainCandi Prambanan, Yogya juga punya candi lainnya yang tak kalah unik dan bersejarah. Inilah Candi Barong, candi peninggalan Hindu di Yogya ini punya sejarah yang menarik dan unik.
Ragamhias pada rumah panggung kayu tidak hanya sebagai perhiasan, tetapi juga mempunyai simbol status sosial bagi pemiliknya dan mengandung nilai-nilai filosofis yang tinggi. Seperti halnya rumah-rumah tradisional pada umumnya, ragam hias rumah tradisional ini mengambil pola dasar dari corak alam, flora, dan fauna.
tk44.
  • sqe5uaxode.pages.dev/203
  • sqe5uaxode.pages.dev/251
  • sqe5uaxode.pages.dev/153
  • sqe5uaxode.pages.dev/268
  • sqe5uaxode.pages.dev/50
  • sqe5uaxode.pages.dev/22
  • sqe5uaxode.pages.dev/49
  • sqe5uaxode.pages.dev/67
  • sqe5uaxode.pages.dev/192
  • ragam hias yang merupakan simbol kemakmuran dan kesuburan adalah